Di era sekarang, karakter merupakan
sesuatu yang jarang ditemukan pada masyarakat Indonesia. Dilihat dari
banyaknya ketidakadilan serta kebohongan-kebohongan yang dilakukan
masyarakat kita. Bahkan ditingkat yang lebih tinggi sendiri, yaitu
pemerintah yang tak mengenal lagi sebuah karakter diri sebagai makhluk
Tuhan dan sosial. Menurut Prof. Suyanto Ph.D,karakter adalah cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari
keputusan yang ia buat.

Terdapat
sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal,
yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua,
kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran atau amanah,
diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka
tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan
pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan
rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan
kesatuan.
Meskipun semua pihak
bertanggungjawab atas pendidikan karakter calon generasi penerus bangsa
(anak-anak), namun keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi
pendidikan karakter anak. Untuk membentuk karakter anak, keluarga harus
memenuhi tiga syarat dasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik.
Yaitu,maternal bonding, rasa aman, stimulasi fisik dan mental. Selain
itu, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga
menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan
dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam
pembentukan karakter yang baik.
Pembentukan karakter merupakan salah
satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003
menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan,
kepribadian, dan akhlak mulia.Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu
bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang
cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya
akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang
bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Jika
karakter anak telah terbentuk sejak masa kecil mulai dari lingkungan
sosial sampai Sekolah Dasar, maka generasi masyarakat Indonesia akan
menjadi manusia-manusia yang berkarakter—yang dapat menjadi penerus
bangsa demi terciptanya masyarakat yang adil, jujur, bertartanggung
jawab—sehingga tercipta masyarakat yang aman dan tentram sebuah suatu
negara.Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter
kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni;
intelligence plus character… that is the goal of true education
(kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang
sebenarnya).
Memahami Pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas
Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan
efektif. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak
pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan
Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa
implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis
berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring
sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam
waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir
generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai
luhur bangsa dan agama.
0leh: Taufik Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar