Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar pada hakekatnya merupakan
proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan kata lain, belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan
mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru
menjelaskan.
Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar, konsep belajar dan
pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran bagi anak kelas awal
SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik. Pembelajaan tematik adalah
pembelajaran tepadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema
adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan
(Poerwadarminta, 1983). Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak
keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan
dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang
sama;
3) pemahaman terhadap materi
pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat
dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman
pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan
manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang
jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar
karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu
kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran
lain;
7) guru dapat menghemat waktu
karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan
sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat
digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik
mencakup:
Landasan filosofis dalam
pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1)
progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan
pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa
(direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini,
pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia
mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja
dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu
proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa
ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran
humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan
motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam
pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta
didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam
menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta
didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi
pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa
harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam
pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang
mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis
tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
(Bab V Pasal 1-b).
Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif dalam
proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan
terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya.
Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka
pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori
pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang
menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan
dan perkembangan anak.
Pembelajaran tematik lebih
menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by
doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar
yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang
menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk
skema, sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat
membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa yang masih
melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa ciri khas dari
pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2)
Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak
dari minat dan kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan
berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4)
Membantu mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui
siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa,
seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang
lain.
Dengan pelaksanaan pembelajaran
dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan
menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata pelajaran
akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan
dihilangkan, 2) Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab
isi/materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan
akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4) Dengan adanya pemaduan
antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin baik dan
meningkat,
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran
di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik
sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat
pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern
yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih
banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada
siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan
pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit)
sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik
pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran
diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari
berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik
menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut
secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat
luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan
kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar
sambil bermain dan menyenangkan.
Memperhatikan tahapan
perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar
memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit mengandung makna proses
belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit yakni yang dapat dilihat, didengar,
dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan
lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan
proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa
dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami,
sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
2. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar
anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum
mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara
berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
3. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar,
cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana
ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu
diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan
serta kedalaman materi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar